NU Klaten - Setiap hari kedua
lebaran, di Desa Kalikebo, Trucuk, Klaten ada sebuah tradisi turun temurun,
yaitu jathilan, yang oleh masyarakat sekitaran disebut “Reogan”. Nama resmi
kegiatan tahunan ini adalah Seni Naluri
Reog Brijo Lor, karena berlokasi di Masjid Dukuh Brijo Lor, Desa Kalikebo,
Trucuk, Klaten. Kali ini, Reogan dilaksanakan pada tanggal 06 Juni 2019, mulai
pukul 10.00 WIB – 17.00 WIB.
Tradisi Bersih Dusun ini
tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh pensyiar Islam di daerah situ, yaitu Ki
Ageng Glego atau Eyang Suro Lawung, yang makamnya di belakang Masjid Dukuh
Brijo Lor. Uniknya, para pemain reog di sini, semuanya merupakan keturunan para
pereog generasi sebelumnya. Mereka secara turun-temurun menjadi pemain reog
sejak masa hidupnya Ki Ageng Glego.
“Ki Ageng Glego dari
kerajaan Majapahit, bersama dua orang sahabatnya yaitu Ki Ageng Jayengresmi dan
Ki Ageng Siwogoro atau Ki Ageng Selogoro. Kisah Ki Ageng Glego inilah yang hingga
saat ini dianggap menjadi dasar adanya ritual pementasan Seni Naluri Reog Brijo
Lor dan dianggap sebagai pepundhen atas keberadaan kolektif masyarakat di Desa
Kalikebo. Adanya pertunjukan Seni Naluri oleh Ki Ageng Glego digunakan untuk
menyebarkan ajaran agama Islam di daerah Kalikebo, selain dengan cara pencak
silat.” Ungkap Sagino, tokoh masyarakat sekaligus penerus pereog
Konon, Ki Ageng Glego
adalah panglima perang di kerajaan Majapahit. Ki Ageng Glego meninggalkan
Majapahit ditemani oleh dua sahabatnya. Kerabat Ki Ageng Glego bernama
Jayengresmi dan Selogoro. Sunan Kalijaga melalui muridnya memerintahkan kepada
Ki Ageng Glego, Jayengresmi (makamnya di Gaden, Trucuk), dan Selogoro (sampai
saat ini belum diketahui makamnya) untuk pergi menuju wilayah Barat daya (Kidul-Kulon) dari kerajaan Majapahit
dan pada akhirnya sampailah di suatu daerah yang pada saat ini bernama Brijo Lor.
Melalui
kesenian tersebut, Ki Ageng Glego menyebarkan ajaran agama Islam. Usaha yang
dilakukan oleh Ki Ageng Glego tidak sia-sia meskipun hanya beberapa orang saja
yang masuk agama Isam. Kesenian Reog
Naluri pada awalnya hanya dimainkan oleh tiga orang saja. Ki Ageng Glego
memerintahkan kepada ketiganya untuk memainkan kuda-kudaan, dan satu orang
sebagai penthul. Pertama kali
yang ada adalah kuda-kudaan berwarna merah dan berwarna hitam. Mereka bertiga
bertugas untuk memberikan hiburan kepada kerabat-kerabat dekat yang ada dengan
menampilkan adegan peperangan antara kuda berwarna merah dan berwarna hitam.
Setelah keduanya kelelahan, penthul bertugas untuk menghibur. (Mar/Ju)
0 Komentar untuk "Reog Syawalan dan Naluri Dakwah Ki Ageng Glego di Kalikebo"