oleh: Minardi, Ketua LTN-PCNU Klaten
NU Klaten - Ilmu Pengetahuan Islam pernah berjaya pada masanya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya Alat dan Kitab (bukan hanya Kitab Keagamaan tetapi Kitab Sains) yang dihasilkan oleh Para Ulama dan Ilmuwan Islam. Metodologi Keilmuwan Islam ini yang masih dilestarikan oleh Pondok-pondok Pesantren, yang awalnya dibawa dan dikembangkan oleh Walisongo dan Ulama sezamannya ke Nusantara. Metodologi Keilmuwan Islam ini pada akhirnya 'kawin' dengan Metodologi Keilmuwan asli Nusantara, karena kita tahu bahwa Leluhur kita telah melahirkan Peradaban dan Kerajaan Besar, diantaranya seperti Sriwijaya dan Majapahit. Sampai pada akhirnya Displin Keilmuwan Islam yang telah 'kawin' dengan Disiplin Keilmuwan Nusantara ini harus tergeser oleh Model-model yang dibawa oleh Belanda lewat Politik Etisnya.
Salah satu alat hasil dari Ilmu Pengetahuan Islam adalah Rubu' Mujayyab. Rubu' Mujayyab sangat berkaitan erat dengan jagad astronomi, perbintangan, tata surya, atau sering disebut Ilmu Falak. Mungkin generasi muda Indonesia saat ini asing sekali dengan nama itu, tetapi keakuratan alat itu tidak kalah dengan alat-alat modern saat ini. Rubu’ Mujayyab merupakan salah satu alat yang digunakan oleh para ilmuan terkemuka untuk menentukan hal yang terkait dengan ibadah yang didukung dengan data astronomi yang realible.
Rubu’ Mujayyab secara bahasa berarti seperempat. Rubu’ Mujayyab merupakan suatu alat hitung yang berbentuk seperempat lingkaran, ada juga yang mengatakan bahwa Rubu’ Mujayyab adalah revolusi dari kuandran, yaitu alat hitung yang pernah dimunculkan oleh al-Khawarizmi dan Ibn Shatir. Rubu’ Mujayyab dalam istilah astronomi di sebut quadrant yang merupakan salah satu awal yang sederhana dan alat untuk mengukur astronomi, navigasi, dan survei. Rubu’ Mujayyab adalah suatu alat berbentuk seperempat lingkaran yang dipakai untuk menghitung fungsi goniometri seperti derajat tinggi benda (Khaeruddin, 1998: 38), sedangkan Hendro Setyanto (2002: 1), mengartikan rubu’ mujayyab atau kuadran sinus adalah alat hitung astronomis untuk memecahkan permasalahan segitiga bola dalam astronomi.
Rubu’ Mujayyab sebagai alat astronomi hasil eksperimen para astronom, dalam perkembangannya dikenal setelah astrolabe. Mohammad al-Fazari merupakan orang Islam yang pertama mencipta astrolabe (jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang). Karyanya telah disalin ke bahasa latin pada abad pertengahan oleh Johannes de Luna Hispakusis. Karya terjemahan tersebut dijadikan rujukan primer diberbagai universitas terkemuka di Eropa. Dari sinilah orang barat pertama kali mengetahui benda-benda langit. Rubu’ Mujayyab bentuknya lebih sederhana dari astrolabe. Kuadran, yang tidak terlalu rumit dan berbentuk seperti kepingan sembilan puluh derajat, dapat digunakan untuk memecahkan seluruh dasar pada astronomi ruang yaitu masalah yang berhubungan dengan pemetaan ruang langit untuk ketinggian tertentu.
Bagian-bagian Rubu' Mujayyab:
- Markaz: Suatu titik yang terletak pada siku-siku 90o rubu’ mujayyab, yang memiliki lubang kecil dan terdapat padanya khoit (benang penghitung)
- Khoit: Benang yang terdapat pada lubang markaz dan keluar sepanjang melebihi badan rubu’ mujayyab yang diakhiri dengan bandul (syakul) yang berfungsi sebagai alat penghitung, dan diantara keduanya terdapat muri’.
- Syakul: Bandul yang terdapat pada ujung khoit berfungsi sebagai pemberat dan penyeimbang agar benang menjadi tegak dan tidak berubah-ubah ketika proses perhitungan.
- Muri’: Benang kecil yang menempel pada khoit, yang berfungsi sebagai penanda dan otak dalam perhitungan rubu’ mujayyab. Benang ini biasanya berwarna berbeda dengan khoitnya dan menempel longgar (agar dapat digeser naik turun).
- Qous al-irtifa’: Busur utama yang bernilai 0o sampai 90o dalam dua arah (bolak-balik / maju mundur) yang mengelilingi rubu’ mujayyab diantara jaib altamam dan al-Sittiny, dengan dibagian ujung busurnya terdapat nama-nama buruj pada setiap sekala 30o, dan 1o bernilai 60 menit. Adapun permulaan perhitungannya (Awal Qous) dimulai dari arah kanan orang yang melihat.
- Jaib al-Tamam: Garis di sisi kanan rubu’ mujayyab yang menghubungkan markaz dengan awal qous. Dan di dalamnya terdapat nilai dengan sekala 0-60 yang dimulai dari markaz sebagai awal jaib. Dimana setiap nilai dihubungkan oleh Juyub al-Mankusah ke Qous al-Irtifa’.
Rubu’ Mujayyab secara konsep trigonometri memiliki garis yang terdapat benang serta bandul. Alat ini merupakan alat bantu hitung dalam ilmu falak yang berfungsi untuk pengukuran benda-benda langit. Rubu’ Mujayyab adalah sebuah alat perangkat hitung astronomis untuk memecahkan permasalahan astronomi bolayang terkait dengan rukyat al-hilal dan menentukan posisi arah kiblat. Dalam pengertian lain Rubu’ Mujayyab adalah alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut vertikal dari pemisahan (ketinggian di atas ufuk). Rubu’ Mujayyab merupakan hasil karya dari ilmuan muslim pada masa keemasan. Rubu’ Mujayyab adalah alat yang digunakan untuk menentukan sesuatu yang berhubungan dengan astronomi yang terbaik dijamannya,seperti ketinggian benda langit, besarnya deklinasi/mailul awal bintang, dan juga digunakan untuk menentukan arahdan ketinggian. Dinamakan Rubu’ Mujayyab karena alat ini merupakan seperempat dari lingkaran penuh. Satu lingkaran penuh jumlah sudutnya adalah 360 darajat, sehingga seperempat lingkaran jumlah sudutnya adalah 90 derajat.
Khaeruddin,
Dasar
-
Dasar Ilmu Falak
, (Karawang: t.p., 1998), h. 38
Referensi:
Khaeruddin. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Falak. Karawang: t.p.
Setyanto, Hendro. 2002. Rubu’ Al-Mujayyab. Bandung: Pudak Scientific.
Tag :
Ilmu Pengetahuan Islam,
Opini
0 Komentar untuk "Rubu’ Mujayyab, Warisan Pengetahuan Islam Yang Mulai Dilupakan"